Kecelakaan Kerja di PLTU Ketapang Menyisakan Tanda Tanya: Tak Gunakan APD, Alibi CCTV Rusak, dan Minim Pengawasan K3 - LensaJurnalis.com | Sumber Informasi Terkini

Breaking

Home Top Ad

Sabtu, 19 April 2025

Kecelakaan Kerja di PLTU Ketapang Menyisakan Tanda Tanya: Tak Gunakan APD, Alibi CCTV Rusak, dan Minim Pengawasan K3

Foto : PLTU Ketapang Kalimantan Barang yang disorot akibat karyawannya mengalami kecelakaan kerja. (Lensajurnalis.com/Ist)


Ketapang,Lensajurnalis.com - Seorang karyawan dari PT Mitra Karya Prima (MKP), subkontraktor di bawah naungan PT PLN Nusantara Power yang beroperasi di lingkungan PLTU Ketapang, dilaporkan meninggal dunia akibat kecelakaan kerja pada Selasa (15/4/2025). Hingga berita ini diturunkan, pihak perusahaan belum memberikan pernyataan resmi terkait kronologi kejadian tragis tersebut.


Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan hanya mendapat jawaban singkat dari Malik, penanggung jawab lapangan di lokasi kejadian. Ia menyatakan tidak dapat memberikan penjelasan rinci dan meminta media menunggu keterangan resmi dari Polres Ketapang.


Saat ditanya mengenai keberadaan rekaman CCTV di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Malik menyebut bahwa sistem pengawasan tersebut dalam kondisi rusak. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari masyarakat. 


“Sangat klasik. Setiap kejadian fatal, alasannya CCTV rusak. Ini membuat masyarakat semakin curiga ada sesuatu yang disembunyikan,” ujar Rudi seorang warga Sukabangun Dalam. 


Sikap tertutup perusahaan membuat publik, termasuk keluarga korban, mempertanyakan transparansi dalam penanganan insiden ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak keluarga telah menunjuk kuasa hukum untuk mengusut tuntas penyebab kecelakaan.


Salah satu sorotan utama adalah dugaan bahwa korban tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat insiden terjadi. Hal ini memunculkan pertanyaan serius terkait kepatuhan perusahaan terhadap standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Diduga kuat, PT PLN Nusantara Power belum memiliki tenaga ahli K3 yang berwenang memastikan perlindungan kerja di lingkungan berisiko tinggi seperti PLTU.


Konfirmasi lebih lanjut kepada pihak manajemen melalui Mahya Tauhidiya Nur juga belum membuahkan hasil. Hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan tidak memberikan tanggapan atas pertanyaan yang diajukan melalui pesan WhatsApp.


Aktivis buruh Ketapang, Kartono, menyatakan bahwa perusahaan wajib mematuhi ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. “Dalam lingkungan kerja berisiko tinggi seperti PLTU, keberadaan tenaga ahli K3 dan dokumen HIRADC (Hazard Identification, Risk Assessment, and Determining Control) adalah keharusan mutlak,” tegasnya.


Menurut Kartono, HIRADC bertujuan menciptakan lingkungan kerja yang aman, melindungi aset perusahaan, dan meminimalkan potensi kecelakaan. Ia juga menekankan pentingnya pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) sebagai langkah pencegahan yang seharusnya menjadi standar.


Kini, masyarakat dan keluarga korban menuntut keterbukaan informasi serta penyelidikan menyeluruh dan adil demi mengungkap kebenaran di balik insiden yang merenggut nyawa tersebut. (HN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad