
Ketapang, Lensajurnalis.com - Seorang warga Desa Istana, Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, bernama Pranto (55), mengaku menjadi korban perlakuan tidak menyenangkan dari sejumlah oknum perangkat desa dan anggota kepolisian Polsek Sandai. Insiden tersebut terjadi pada malam Kamis, sekitar pukul 23.00 WIB, ketika rumahnya digeledah secara mendadak tanpa surat perintah resmi.
Dalam keterangannya kepada awak media pada Jumat, 4 April 2025, Pranto menjelaskan bahwa penggeledahan tersebut dilakukan berdasarkan dugaan pencurian yang dilaporkan oleh seorang pemilik toko kepada perangkat desa. Namun, ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak disertai bukti yang cukup, saksi, atau dasar hukum yang sah.
“Rumah saya didatangi dan digeledah secara mendadak oleh sejumlah perangkat desa bersama tiga anggota polisi dari Polsek Sandai. Mereka tidak menunjukkan surat tugas atau surat perintah penggeledahan. Anak-anak saya yang masih kecil trauma, istri saya bahkan sampai syok,” ujar Pranto.
Pranto juga menyebutkan bahwa selain rumah pribadinya, empat unit rumah lainnya dan satu unit rumah kontrakan miliknya turut digeledah secara sepihak. Lima orang anaknya — mulai dari usia 1,5 tahun hingga remaja yang masih duduk di bangku SMK — mengalami ketakutan dan tekanan psikologis pasca kejadian tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa oknum perangkat desa yang terlibat dalam penggeledahan berinisial K, S, K, I, dan M, sementara dari pihak kepolisian, dua nama yang disebutkan adalah C dan B. Pranto menilai tindakan tersebut sebagai bentuk intimidasi dan pelanggaran hak asasi manusia, karena tidak disertai prosedur hukum yang sesuai dengan standar operasional kepolisian.
“Saya tidak pernah melakukan tindak kriminal, tapi diperlakukan seperti pelaku kejahatan. Ini mencoreng nama baik saya dan keluarga. Anak-anak saya masih ketakutan hingga sekarang,” tegas Pranto.
Tanggapan Ahli Hukum
Pengamat kebijakan publik dan pakar hukum, Dr. Herman Hofi Munawar, memberikan tanggapan terkait kasus ini. Dalam keterangan pers pada Sabtu, 5 April 2025, ia menilai tindakan tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
"Penggeledahan harus dilakukan sesuai prosedur yang diatur dalam KUHAP dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Tindakan di luar prosedur bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum," ujar Herman.
Herman juga mengingatkan bahwa Pasal 33 ayat (1) KUHAP menyatakan penggeledahan rumah hanya sah jika didasarkan pada perintah tertulis dari penyidik dan disertai izin Ketua Pengadilan Negeri. Sementara itu, tindakan intimidatif tanpa dasar hukum dapat dijerat Pasal 421 KUHP, yang mengatur ancaman pidana terhadap penyalahgunaan wewenang oleh pejabat.
Permintaan Keadilan
Pranto mengungkapkan keinginannya untuk agar Propam Polres Ketapang dan Polda Kalbar turun tangan menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum anggota Polsek Sandai serta memberikan sanksi tegas kepada oknum perangkat desa yang terlibat.
“Saya hanya ingin keadilan. Jangan sampai masyarakat kecil terus menjadi korban kesewenang-wenangan. Institusi penegak hukum harusnya melindungi, bukan menakut-nakuti,” ujar Pranto dengan nada kecewa.
Keterangan Polsek Sandai
Saat dikonfirmasi oleh tim investigasi media, Polsek Sandai memberikan penjelasan bahwa mereka hanya mendampingi perangkat desa dalam menindaklanjuti laporan dugaan kehilangan barang di sebuah toko.
“Kami hanya mendampingi perangkat desa berdasarkan laporan warga terkait kehilangan barang,” kata Kanit Reskrim Polsek Sandai melalui pesan WhatsApp.
Hingga kini, kasus ini masih menjadi sorotan publik, terutama terkait dugaan pelanggaran prosedur hukum dan pencemaran nama baik terhadap warga tanpa adanya proses hukum yang jelas dan sah. (HN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar