Polemik Pernikahan di Ketapang: Ayah Kandung Tak Jadi Wali, Keabsahan Nikah Dipertanyakan - LensaJurnalis.com | Sumber Informasi Terkini

Breaking

Home Top Ad

Senin, 07 April 2025

Polemik Pernikahan di Ketapang: Ayah Kandung Tak Jadi Wali, Keabsahan Nikah Dipertanyakan


Foto: Acara resesi pernikahan yang diduga tidak melibatkan Wali Nasab. (Lensajurnalis.com/HN)


Ketapang, Kalimantan Barat (Lensajurnalis.com)  – Pernikahan MHR, putri dari Syahberan alias Bading dan Asterna, yang berlangsung pada 6 April 2024, memicu polemik di tengah masyarakat Ketapang. Resepsi pernikahan yang digelar dengan meriah di kediaman calon suami, YK, di Jalan Rahadi Usman, RT 011/RW 006, Desa Sungai Bakau, Kecamatan Matan Hilir Selatan, menyisakan persoalan serius terkait hak wali nasab yang diabaikan.


Syahberan alias Bading, ayah kandung MHR, mengungkapkan kekecewaannya karena tidak dilibatkan sebagai wali dalam prosesi akad nikah. Padahal, dalam hukum Islam dan peraturan perundang-undangan di Indonesia, keterlibatan wali nasab merupakan syarat sahnya pernikahan seorang perempuan.


“Saya merasa diperlakukan tidak adil. Bukan hanya soal perasaan, ini menyangkut hak saya sebagai ayah dan wali sah. Saya masih hidup, sehat, dan sangat mampu menjalankan tugas sebagai wali,” ujar Bading dengan nada kecewa.


Ia mengungkapkan telah ikut aktif dalam persiapan pernikahan, mulai dari pengurusan administrasi di KUA Kecamatan Kendawangan hingga penyediaan konsumsi untuk resepsi yang awalnya direncanakan di rumahnya di Desa Kendawangan Kiri. Namun, tanpa persetujuannya, akad nikah tetap dilangsungkan di lokasi lain.


Bading menduga ada unsur kesengajaan untuk menyingkirkan perannya sebagai wali. Ia bahkan menilai pernikahan anaknya tersebut berpotensi cacat hukum dan berniat menempuh jalur hukum guna memperjelas status pernikahan serta menuntut pengakuan atas haknya sebagai wali nasab.


Pernyataan Bading turut diperkuat oleh Kepala KUA Kecamatan Kendawangan, Abdullah Sani. Ia menyatakan bahwa dokumen pendaftaran pernikahan belum tercatat secara resmi di KUA. “Jika wali sah masih ada dan mampu, maka pernikahan tanpa izinnya harus ditinjau ulang. Untuk keabsahan hukum dan agama, sebaiknya dilakukan pernikahan ulang dengan wali yang sah,” jelasnya.


Hal senada disampaikan oleh Kepala KUA Kecamatan Matan Hilir Selatan, Syarif Imran. Ia mengungkapkan bahwa KUA yang dipimpinnya tidak pernah mencatat ataupun menangani pernikahan MHR dan YK. Ia menduga akad nikah dilakukan secara siri (tidak tercatat oleh negara). “Jika wali nasab masih ada dan tidak ada alasan syar’i untuk menggugurkan haknya, maka pernikahan ini dapat dianggap tidak sah menurut hukum Islam,” tegasnya.


Pernyataan dari dua pejabat KUA ini memperkuat keraguan masyarakat atas keabsahan pernikahan tersebut. Publik pun mulai mempertanyakan transparansi proses pernikahan serta kepatuhan terhadap syarat-syarat hukum dan agama.


Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penghormatan terhadap hak wali dalam prosesi pernikahan. Di tengah kompleksitas sosial dan hukum yang melingkupinya, pernikahan tidak cukup hanya bermodal cinta dan pesta meriah, tetapi juga harus dilandasi kepatuhan terhadap norma agama, hukum, dan etika keluarga. (HN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad